Selasa, Juni 09, 2009

DIALOG Awalul Lail (Potret Suluk)

Kepada penulis dan penerbit sudilah kiranya mengizinkan karyanya saya copy ke blog ini. Tiada lain maksud dari peng”copy”an ini hanya ingin membagi-bagikan dan menularkan secuil ilmu yang telah terbentuk sebuah buku “Syair Klasik. Suluk, Hikmah, Asmara”. Sebagaimana yang telah terurai dalam sambutan buku ini oleh Pengasuh Pon Pes Lirboyo Kediri KH. Ahmad Idris Marzuqi beliau mengungkapkan bahwa penyajian buku ini berupa dialog seorang guru dengan muridnya yang berisi petuah, wejangan dan berupa nasehat-nasehat yang memudahkan untuk dicerna dan dipahami maknanya. Dan kepada pembaca saya sarankan untuk membeli bukunya, Buku yang berjudul “Syair Klasik, Suluk, Hikmah, Asmara” bisa anda pesan langsung kepenerbit Baro'at Mandiri Patrol Indramayu Jawa Barat, tlp (0234) 610182, HP. 081 555 672 522.


DIALOG Awalul Lail (Potret Suluk)

Dialog semalam antara seorang guru dengan murid membuahkan sya'ir yang mengangkat fenomena kehidupan, potret suluk, hikmah dan asmara, sarat dengan tema etik a dan estetika manusia. Ade, begitu nama sang murid mencoba meminta petunjuk pada sang guru tentang fenomena kehidupan yang kasat mata. Dia tertarik dan berusaha memikirkan tentang batasan dunia empirik (dunia indrawi) dan dunia filosofi (dunia das-sollen) hingga pada akhirnya mencapai dunia religi (martabah yakin).

Dialog yang sarat makna ini tak lepas dari sebuah apresiasi dan ekspresi jiwa yang dilantunkan melalui rangkaian kata dan menjelma menjadi sya'ir yang banyak dijumpai pada literatur pesantren. Sebagaimana dua orang ini yang bernostalgia ketika lama berpisah dan bertemu lagi di kedai kopi, sambil mengingat naskah yang pernah dipelajari, menarik untuk dikuak kembali oleh keduanya hanya untuk mengekspresikan jiwa mereka pada malam itu.

Mengawali dialog di kedai kopi itu. Sang guru bertutur : “Kang Ade !!! Terkadang idialisme seorang cendikiawan (scholar) dipertauhkan dengan fenomena kehidupan yang membuatnya tergiur pada kehidupan dunia, bahkan banyak sekali yang menanggalkan “baju kebesarannya” hanya untuk sesuap nasi, seperti yang disindir dalam sya'ir Ibnu Ruandiy :

“Banyak sekali orang pintar hidup dalam kesengsaraan, sedangkan orang bodoh bergelimang harta.
Hal inilah yang membuat bingung kebanyakan orang, dan terkadang membuat orang pintar berperilaku kufur (zindiq)”

“Manusia itu bingung dibikin sendiri” kata sang guru. Lalu sang murid melontarkan contoh kebingungan manusia, dia teringat sya'ir Al-Mua'any yang mengilustrasikan kebingungan manusia tentang seekor unta Nabi Sholeh AS yang tercipta dari batu :

“Sesuatu yang membuat bingung makhluk adalah hewan yang tercipta dari batu”

“Maka janganlah engkau bingung apalagi tergiur dengan fenomena dunia. Ia haynya tipuan indrawi, selalu mengecohkan perangkat indra kita yang disalurkan keotak” kata sang guru. “Lihatlah isi (essensi, substansi) dari setiap sesuatu yang terjadi di dunia kita” lanjut sang guru dengan mengambil sebuah sya'ir klasik lalu membacanya :

“Janganlah terbujuk dengan keindahan pakaian, karena dia bisa bersih dengan sabun dan air.
Sama halnya dengan telur yang busuk, kulitnya kelihatan bersih sedangkan isinya busuk”

“Tapi, kitakan hidup di dunia ini mbah guru ?, bukannya ini tempat kita untuk merajut benang yang kuat. Yah ... inilah rumah kita untuk kemudian harus merajut benangnya dengan kuat” kata Ade interupsi.

Sejenak sang guru diam. Lalu berkata : “Dengarkan sya'ir ini :

“Dunia bagaikan rumah yang rapuh, yang terbuat dari tenunan laba-laba”

“Artinya, Sekuat apapun orang merajut benangnya pasti akan rapuh” kata mbah guru. Lantas dilanjutkan sya'ir indahnya Al-Hariri sebagai berikut :

“Wahai pelamar dunia !, sesungguhnya dunia adalah jerat kerusakan dan tempat yang kotor.
Dunia adalah rumah, ketika hari ini membuat bahagia, keesokan harinya akan membuat sengsara,
maka janganlah mengangggap sebuah rumah”

“Kang Ade!!! kamu masih muda, masih punya banyak kesempatan untuk mengaplikasikan segala kemampuanmu dalam berinteraksi dengan masyarakat. Pergunakanlah daya dan karyamu untuk berbakti, kendalikan dirimu !!!. Hal ini seperti kekhawatiran sebuah sya'ir :

“Sesungguhnya masa muda, pengangguran dan memiliki banyak harta bisa menyebabkan kerusakan
yang membahayakan pada seseorang”

Ade merenung sejenak, dia menyadari tentang bahaya tersebut. Apabila seseorang yang memiliki sikap dan sifat gelora muda -sekali pun dia sudah berumur renta-, dan dengan memiliki banyak harta untuk kemudian tinggal duduk manis, bisa dipastikan hidupnya disibukkan dengan mengatur orang lain dalam remote rencananya.
Selang beberapa lama mbah guru berkata membuyarkan pikiran Ade : “Pergunakan masa muda dengan baik, dan berusahalah dengan sungguh-sungguh, karena ada sya'ir :

“tidak semua harapan seseorang bisa terwujud, karena terkadang angin bertiup pada arah yang tidak
dikehendaki oleh nahkoda”

“ingat apa yang dikatakan Abul Hasan dalam sya'ir-nya” kata mbah guru.

“Pilar Islam menurutku ada empat, sebagaimana di sabdakan Nabi SAW -sebaik-baiknya makhluk- :
1. menjauhi syubhat, 2. zuhud, 3. meninggalkan yang tidak bermanfaat, 4. beramal disertai niat”

Ade teringat lantunan sya'ir yang dikarang oleh 'Amr bin Ma'dikariaba :

“Apabila engkau tidak mampu, maka tinggalkanlah, dan kerjakan sesuai dengan kemampuanmu”

“Ketika engkau tidak punya sesuatu selain yang ada pada dirimu, maka jujurlah dan berkatalah dengan baik, ingatlah akan sya'ir ini :

“Jika engkau tak memiliki kuda dan harta untuk dijadikan hadiah, maka berkatalah dengan baik”

“Dan ketika engkau memiliki harta, maka jangan tanggung untuk mengeluarkannya”

“Ketika kami memiliki uang banyak, makaa dia terus menerus dikeluarkan untuk kebaikan.
Dia tidak pernah tinggal lama di kantong kami, bahkan dia lebih cepat pergi dari kantong kami”

“karena segala sesuatu yang kita miliki sebenarnya bukan milik kita. Semua itu hanya titipan dari Tuhan”

“Harta dan keluarga adalah titipan, pada suatu hari nanti harus dikembalikan”

Lantas kang Ade teringat sya'ir Abu Tamam dan Abu Ali Al-Hasan Al-Khatib tentang keteguhan idealisme seseorang dalam mensikapi godaan dunia :

“Dia berpaling dari dunia ketika dunia menawarkan keindahan, walaupun berupa perempuan cantik nan seksi”

“Aku tak akan melihat dari segi kekayaan, apabila didalamnya terdapat kerendahan”

“Itulah dunia, hanya merupakan bagian terkecil dari yang lain. Orang yang terlena dengan dunia akan
sangat terhina. Dengan tipuannya dunia membutakan mata seseorang. Dan mereka akan menjadi orang
yang bingung tanpa arah dan tujuan”

Sejenak pikiran nakal Ade muncul sya'ir Al-Harits bin Kholawah Al-Basykary “

“Hidup enak dalam kebodohan lebih baik dari pada keadaan bodoh hidup melarat”

Lalu dia bertanya pada sang guru “Mbah!!! hidup yang ideal itu yang bagaimana sich?”. Untuk menghapus rasa penasaran muridnya, mbah guru satu ini mencoba merangkai kata-kata yang terucap dari mulut Abu Dulamah dalam sya'irnya :
“Alangkah bahagianya seorang yang dianugrahkan kefahaman tentang agama dan kekayaan. Alangkah tercelanya seorang yang diberikan kebodohan dan kemelaratan”

“Yah!!! merupakan kebahagiaan yang tak terkira apabila seseorang dikaruniai harta yang melimpah dan ilmu yang tak terkira. Seperti Nabi Sulaiman AS, atau junjungan kita Syeh Abdul Qodir Al-Jailani”.

Kang Ade sejenak berandai-andai, jika itu terjadi pada dirinya. Tapi tentunya harus melewati aral melintang yang ada disekitarnya, semua orang belum tentu suka padanya, bahkan ada yang membencinya.
Sang guru menerka lamunan murid lalu menyitir sya'ir Ibnu Mu'arriy :

“Sabarlah terhadap cercaan orang dengki, karena kesabaranmu akan membunuhnya.
Seperti api akan padam sendiri jika tak menemukan bahan untuk dibakar”

“Kebencian jangan dilawan dengan kebencian, biarkan saja pasti akan berlalu. Andai engkau kaya , maka yang membenci juga orang kaya, andai engkau orang alim maka yang membenci orang alim juga, pedagang yang membenci pedagang, dan lebih parah lagi andai engkau orang bodoh juga yang membenci orang bodoh lagi”. Sambil menghela nafas panjang telinga kang Ade mendengar petuah sang guru yang berpesan melalui sya'ir :

“Orang yang memiliki kemuliaan tapi bakhil terhadap umatnya, maka dia tidak dibutuhkan dan akan
terhina”

“Jangan kau hina orang miskin. Mungkin saja suatu hari engkau menjadi orang rendah dan dia yang kau hina menjadi orang mulia”

“Aku sendiri” lanjut sang guru “lebih tertarik pada prinsip yang pernah diucapkan Maisun Binti Bahdal istri Mu'awiyah ketika menolak untuk diajak hidup di istana dinasti Mu'awiyah, pada akhirnya dia rela keluar dari keluarga istana :

“Memakai tenunan kasar lebih aku sukai daripada tenunan halus yang tidak bisa menentramkan jiwa”

Tidak ada komentar: